Laporan merupakan hal yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian laporan menurut F X Soedjadi mendefinisikan sebagai berikut :
- Suatu bentuk penyampaian berita,keterangan, pemberitahuan ataupun
pertanggungjawaban baik secara lisan maupun tulisan dari bawahan kepada
atasan sesuai dengan hubungan wewenang ( authority ) dan tanggung jawab (
responsibility ) yang ada antara mereka.
- Salah satu cara pelaksanaan komunikasi dri pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Manfaat Laporan bagi perusahaan :
1. Merupakan perwujudan dari responsibility pelapor terhadap tugas yang di limpahkan.
2. Sebagai alat untuk memperlancar kerjasama dan koordinasi maupun komunikasi yang saling
mempengaruhi antara perseorangan dalam organisasi.
3. Sebagai alat untuk membuat budgeting ( anggaran ), pelaksanaan, pengawasan, pengendalian maupun
pengambilan keputusan.
4. Sebagai alat untuk menukar informasi yang saling dibutuhkan dalam pekerjaan.
II. SISTEMATIKA LAPORAN
BAB 1. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Berisi alasan dilakukannya penelitian, yaitu ketidakpuasan yang dirasakan oleh peneliti, kemudian adanya
dorongan untuk melakukan penelitian.
2. Identifikasi Masalah, berisi hal-hal yang diperkirakan menjadi penyebab timbulnya situasi ketidakpuasan.
3. Rumusan Masalah, berisi informasi apa saja yang diinginkan oleh peneliti untuk diketahui melalui
pengumpulan data.
4. Tujuan Penelitian, berisi gambaran tentang hasil yang diperoleh dari penelitian. Kesalahan umum yang
diperbuat peneliti adalah bahwa tujuan penelitian sudah menyebut untuk memecahkan masalah atau
ketidakpuasan. Uraian seperti ini salah.
5. Manfaat Hasil Penelitian, yaitu pihak-pihak yang akan beruntung
karena dapat memanfaatkan hasil penelitian.
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
Dalam
bab ini peneliti menuliskan teori-teori yang diperlukan untuk mendukung
keterlaksanaan penelitian. Kebanyakan pengawas merasa bahwa kajian
pustaka untuk mencari dukungan teori ini sulit sekali dan bahkan tidak
terbayang dapat melakukan penelitian karena takut harus mencari dukungan
teori. Teori yang dibutuhkan tidak sulit. Selama kita bekerja dengan
dan dalam lingkungan manusia, teori yang diambil harus yang terkait
dengan sifat-sifat alami manusia. Seperti contoh kita, karena alasan
yang menjadi penyebab timbulnya ketidakpuasan ada dalam diri manusia,
dicarilah teori yang terkait dengan andragogi, yaitu ilmu tentang
manusia dewasa.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek yang diteliti dan rinciannya, bukti-bukti yang terkait
B. Sumber data dari mana informasi tentang objek yang diteliti dapat diambil. Dari penjelasan tentang sumber
data, barulah peneliti dapat menentukan populasi dan sampel.
C. Metode dan instrmen pengumpulan data. Jika pengawas merasa kesulitan menyusun angket, pengumpulan
data dapat dilakukan dengan wawancara atau pengamatan.
D. Metode analisis data, yaitu mengolah informasi yang diperoleh. Bagian ini juga sering ditakuti oleh peneliti,
karena mengira bahwa analisis data harus menggunakan rumus-rumus statistic. Perkiraan seperti itu tidak
benar. Analisis data dapat dilakukan hanya dengan persentase atau jumlah dan rata-rata, yang dapat
dilakukan dengan cara yang mudah sekali. Yang penting adalah bahwa analisis data harus dilakukan
mengarah pada rumusan masalah, karena hasil analisis akan menjawab rumusan masalah.
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil
penelitian tidak harus disajikan secara panjang lebar. Yang penting ada
sajian data, hasil analisis dan hasil analisis, kemudian ada pembahasan
atau ulasan yang menjelaskan hasil pemikiran peneliti tentang data yang
diperoleh.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam
bab V atau bab terakhir ini pengawas menyampaikan hasil yang diperoleh
di bab IV secara singkat, terutama harus diusahakan agar kalimat-
kalimat dalam kesimpulan ini merupakan jawaban dari kalimat-kalimat
dalam rumuan masalah bab I
nomer C.
BAB III. Perbedaan Laporan Resmi dan Tidak Resmi
Berikut beberapa penjabaran perbedaan antara Laporan Resmi dan proposal Tidak resmi :
Laporan resmi :
A. Dibuat untuk keperluan yang bersifat resmi.
B. Digunakan untuk melaporkan sesuatu sesuatu yang bersifat formal/resmi.
C. Ditujukkan kepada pihak berinstansi resmi/organisasi resmi.
D. Keperluan penyampaiannya segera ( Mendesak )
Laporan tidak resmi :
A. Non resmi ( Formal )
B.
Ditujukkan kepada pihak – pihak tak resmi,( secara langsung ).
C. Disampaikkan kapan saja tergantung
pihak yang membutuhkan.
BAB IV CONTOH LAPORAN
KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG
HUBUNGANNYA DENGAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARGA
Masalah
sosial yang dikategorikan dalam perilaku menyimpang diantaranya adalah
kenakalan remaja. Untuk mengetahui tentang latar belakang kenakalan
remaja dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan
individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual, individu
sebagai satuan pengamatan sekaligus sumber masalah. Untuk pendekatan
sistem, individu sebagai satuan pengamatan sedangkan sistem sebagai
sumber masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil
bahwa ternyata ada hubungan negative antara kenakalan remaja dengan
keberfungsian keluarga. Artinya semakin meningkatnya keberfungsian
sosial sebuah keluarga dalam melaksanakan tugas kehidupan, peranan, dan
fungsinya maka akan semakin rendah tingkat kenakalan anak-anaknya atau
kualitas kenakalannya semakin rendah. Di samping itu penggunaan waktu
luang yang tidak terarah merupakan sebab yang sangat dominan bagi remaja
untuk melakukan perilaku menyimpang.
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya yang telah
memberikan pengetahuan, kesehatan, dan kesempatan bagi penulis untuk
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Sumber
pemikiran ini berasal dari kelakuan dan pergaulan remaja saat ini.
Mereka sekarang sangat rentan terkena imbas dari lingkungan dan
pergaulannya. Para remaja banyak terjebak ke lembah hitam dan
menyesatkan, seperti narkoba dan terkena penyakit HIV/AIDS. Awalnya para
remaja hanya ikut-ikutan merokok atau bolos sekolah. Dan lama-lama akan
terjebak dan sulit keluar dalam lingkaran sesat itu. Dalam
karya ilmiah ini, saya sebagai penulis ingin memberikan informasi
tentang pergaulan remaja dan cara-cara agar tak terjebak ke pergaulan
yang tidak benar dengan melakukan tindakan-tindakan yang bermanfaat.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada yang
telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini. Atas dorongan mereka
semua, karya ilmiah ini dapat selesai. Semoga naskah ini dapat berguna bagi pembaca, terutama bagi para remaja tentang pergaulan yang baik.
I. PENDAHULUAN
Kenakalan
remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku
menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi
karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan
sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku
menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat
membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku
menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang
harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah
menyimpang. Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu
membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang
disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan
yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan
karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk
memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan
penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker
(dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan
untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan
untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap
manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu,
tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang
berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat
menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang. Masalah sosial
perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisa
melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan
individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan
sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila
ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang
perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6)
mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai
perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat
secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari
itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak
benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan
belajar sosial atau “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial
tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal.
Proses
sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi
sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu.
Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat
mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu
variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan,
bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi
tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik
tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas
yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian
wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar,
overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi
penduduk yang tidak stabil. Penelitian inipun dilakukan di daerah
pinggiran kota yaitu di Pondok Pinang Jakarta Selatan tampak ciri-ciri
seperti disebutkan Eitzen diatas. Sutherland dalam (Eitzen,1986)
beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui
interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang
akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan
nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk
menumbuhkan tindakan kriminal. Mengenai pendekatan sistem, yaitu
perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem
sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber
masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi
buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang
mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi
kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi
lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan
perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang
terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat
norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak
memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.
II. TUJUAN PENELITIAN
Mengidentifkasi
dan memberikan gambaran bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan remaja
di pinggiran kota metropolitan Jakarta, yaitu di kelurahan Pondok
Pinang. Untuk mengetahui hubungaanan aaantara kenakalan remaja dengan
keberfungsian sosial keluarga Penelitian ini ingin memberikan sumbangan
bagi pemecahan masalah kenakalan remaja dengan memanfaatkan keluarga
sebagai basis dalam pemecahan masalah.
III. METODE PENELITIAN
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pemilihan
metode ini karena penelitian yang dilakukan ingin mempelajari
masalah-masalah dalam suatu masyarakat, juga hubungan antar fenomena,
dan membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang ada. Cara
pemilihan sampel yang dilakukan pertama memilih wilayah yang mempunyai
kategori miskin, dengan cara melihat kondisi mereka yang perumahannya di
bawah standar, dengan kondisi penduduk yang sangat padat, lingkungan
yang tidak teratur dan perkiraan tingkat kesehatan masyarakatnya yang
buruk. Setelah itu konsultasi dengan ketua RW dan ketua-ketua RT untuk
mencari informasi tentang warganya yang dianggap telah melakukan
kenakalan, dengan perspektif labeling. Dari informasi tersebut data pada
tiga RT. Berdasarkan data tersebut kita jadikan populasi dengan jumlah
40 remaja dan keluarga yang akan dijadikan unit dalam analisis. Dari
jumlah tersebut dibuat listing dan tiap RT diambil 10 sampel (remaja dan
keluarga) sehingga mendapat 30 responden. Pengambilan sample ini dengan
cara random.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara
dipandu dengan daftar pertanyaan. Responden remaja dalam
penelitian ini ditentukan bagi mereka yang berusia 13 tahun-21 tahun.
Mengingat pengertian anak dalam Undang-undang no 4 tahun 1979 anak
adalah mereka yang berumur sampai 21 tahun. Dengan pertimbangan pada
usia tersebut, terdapat berbagai masalah dan krisis diantaranya; krisis
identitas, kecanduan narkotik, kenakalan, tidak dapat menyesuaikan diri
di sekolah, konflik mental dan terlibat kejahatan (lihat transaksi
individu-individu dan keluarga-keluarga dengan sistem kesejahteraan
sosial).
IV. KERANGKA KONSEP
1. Konsep Kenakalan Remaja
Pada
dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja
yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya.
Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut
pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan
oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku
mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut
“kenakalan”. Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan
bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja
yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan
hukum yang berlaku dalam masyarakat. Singgih D. Gumarso
(1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan
dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat
atau
sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang
bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undangundang
dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila
dilakukan orang dewasa. Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi
kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti
suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa
pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan
seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa
izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan
seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan
ukuran kenakalan remaja dalam penelitian. Tentang normal
tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan
dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73).
Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu
dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of
Sociological Method” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal
karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian
perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan
keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batasbatas
tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi
kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat
yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
2. Keberfungsian sosial
Istilah
keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu
akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat
melaksanakan tugastugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya.
Juga dapat diartikan sebagai kegiatan- kegiatan yang dianggap penting
dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus
dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari
keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif
diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya,
menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang
dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam
situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam
mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan hidupnya. Keberfungsian
sosial kelurga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan, serta
adaptasi resprokal antara keluarga dengan anggotannya, dengan
lingkungannya, dan dengan tetangganya dll. Kemampuan berfungsi social
secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunnya jika
berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya
terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
V. HASIL PENELITAN
A. Bentuk Kenakalan Yang Dilakukan Responden
Berdasarkan
data di lapangan dapat disajikan hasil penelitian tentang kenakalan
remaja sebagai salah satu perilaku menyimpang hubungannya dengan
keberfungsian sosial keluarga di Pondok Pinang pinggiran kota
metropolitan Jakarta. Adapun ukuran yang digunakan untuk mengetahui
kenakalan seperti yang disebutkan dalam kerangka konsep yaitu (1)
kenakalan biasa (2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan dan (3) Kenakalan Khusus. Responden dalam penelitian ini
berjumlah 30 responden, dengan jenis kelamin laki-laki 27 responden, dan
perempuan 3 responden. Mereka berumur antara 13 tahun-21 tahun.
Terbanyak mereka yang berumur antara 18 tahun-21 tahun. Bahwa seluruh
responden pernah melakukan kenakalan, terutama pada tingkat kenakalan
biasa seperti berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit pada orang
tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan
dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang menjurus
pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM,
kebut-kebutan, mencuri,minum-minuman keras, juga cukup banyak dilakukan
oleh responden. Bahkan pada kenakalan khususpun banyak dilakukan oleh
responden seperti hubungan seks di luar nikah, menyalahgunakan
narkotika, kasus pembunuhan, pemerkosaan, serta menggugurkan kandungan
walaupun kecil persentasenya. Terdapat cukup banyak dari mereka
yangkumpul kebo. Keadaan yang demikian cukup memprihatinkan. Kalau hal
ini tidak segera ditanggulangi akan membahayakan baik bagi pelaku,
keluarga, maupun masyarakat. Karena dapat menimbulkan masalah sosial di
kemudian hari yang semakin kompleks.
B. Hubungan Antara Variabel Independen dan Dependen
a. Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan
Salah
satu hubungan variabel yang disajikan disini adalah hubungan antara
jenis kelamin dengan tingkat kenakalan. Hal ini untuk mengetahui apakah
anak laki-laki lebih nakal dari anak perempuan atau probalitasnya sama.
Berdasarkan tabel hubungan diperoleh data sebagai berikut; Anak
laki-laki yang melakukan kenakalan biasa 3 responden (10%), kenakalan
yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden, dan kenakalan
khusus 22 responden (73,3%). Sedangkan anak perempuan yang melakukan
kenakalan biasa 2 responden (2,7%) dan kenakalan khusus 1 responden
(3,3%). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar yang
melakukan kenakalan khusus adalah anak laki-laki (73,3%), namun terdapat
juga anak perempuannya. Kalau dibandingkan diantara 27
responden anak laki-laki 22 responden (81,5%) diantaranya melakukan
kenakalan khusus, sedangkan dari 3 responden perempuan 1 responden
(33,3%) yang melakukan kenakalan khusus, berarti probababilitas anak
laki-laki lebih besar kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus.
Demikian juga yang melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran
dan kejahatan, anak perempuan tidak ada yang melakukannya. Dengan
demikian maka anak laki-laki kecenderungannya akan melakukan kenakalan
yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan lebih dibandingkan dengan
anak perempuan.
b. Hubungan antara pekerjaan responden dengan tingkat kenakalan yang dilakukan.
Berdasarkan
data yang ada, pekerjaan responden adalah sebagai pelajar dan tidak
bekerja (menganggur) masing-masing 13 responden (43,3%), sebagai buruh
dan berdagang masing-masing 2 responden (6,7%). Dari tabel korelasi
persebaran datanya sebagai berikut; Pelajar yang melakukan kenakalan
biasa 5 responden (16,7%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan 2 responden (6,7%), dan kenakalan khusus 6 responden (20%) .
Sedangkan mereka yang tidak bekerja (menganggur) semuanya 13 responden
melakukan kenakalan khusus, juga mereka yang bekerja sebagai pedagang
dan buruh semuanya melakukan kenakalan khusus. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa kecenderungan untuk melakukan kenakalan khusus ataupun
jenis kenakalan lainnya adalah mereka yang tidak sibuk, atau banyak
waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif.
1. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan Seharusnya semakin tinggi
tingkat pendidikan akan semakin rendah melakukan kenakalan.
Sebab
dengan pendidikan yang semakin tinggi, nalarnya semakin baik. Artinya
mereka tahu aturan-aturan ataupun norma sosial mana yang seharusnya
tidak boleh dilanggar. Atau mereka tahu rambu-rambu mana yang harus
dihindari dan mana yang harus dikerjakan. Tetapi dalam kenyataannya
tidak demikian. Mereka yang tamat SLTA justru yang paling banyak
melakukan tindak kenakalan 17 responden (56,7%) yang berarti separoh
lebih, dengan terbanyak 12 responden (40%) melakukan kenakalan khusus, 2
responden (6,7%) melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan, dan 4 responden (13,3%) melakukan kenakalan biasa. Demikian
juga mereka yang pendidikan terakhirnya SLTP, dari 12 responden, 11
responden (36,7%) melakukan kenakalan khusus. Sedang mereka yang hanya
tamat SD 1 responden juga melakukan kenakalan khusus. Dengan demikian
maka tidak ada hubungan antara tingkatan pendidikan dengan kenakalan
yang dilakukan, artinya semakin tinggi pendidikannya tidak
bisa dijamin untuk tidak melakukan kenakalan. Artinya di lokasi
penelitian kenakalan remaja yang dilakukan bukan karena rendahnya
tingkat pendidikan mereka, karena disemua tingkat pendidikan dari SD
sampai dengan SLTA proporsi untuk melakukan kenakalan sama
kesempatannya. Dengan demikian faktor yang kuat adalah seperti yang
disebutkan di atas, yaitu adanya waktu luang yang tidak dimanfaatkan
untuk kegiatan positif, dan adanya pengaruh buruk dalam sosialisasi
dengan teman bermainnya atau faktor lingkungan sosial yang besar
pengaruhnya.
c. Hubungan Antara Kenakalan Remaja Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga
Dalam
kerangka konsep telah diuraikan tentang keberfungsian sosial keluarga,
diantaranya adalah kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif
bagi keluarga yaitu jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupan, peranan, dan fungsinya serta mampu memenuhi kebutuhannya.
1. Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan tingkat kenakalan Untuk mengetahui apakah kenakalan
juga ada hubungannya dengan pekerjaan orangtuanya, artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup.
Karena
pekerjaan orangtua dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna
memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini perlu diketahui karena dalam
keberfungsian sosial, salah satunya adalah mampu memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan data yang ada mereka yang pekerjaan orangtuanya sebagai
pegawai negeri 5 responden (16,7%), berdagang 4 responden (13,3%), buruh
5 responden (16,6%), tukang kayu 2 responden (6,7%), montir/sopir 6
responden (20%), wiraswasta 5 responden (16,6%), dan pensiunan 1
responden (3,3%).7 Dari tabel korelasi diketahui bahwa kecenderungan
anak pegawai negeri walaupun melakukan kenakalan, namun pada tingkat
kenakalan biasa. Lain halnya bagi mereka yang orang tuanya mempunyai
pekerjaan dagang, buruh, montir/sopir, dan wiraswasta yang
kecendrungannya melakukan kenakalan khusus. Hal ini berarti pekerjaan
orang tua berhubungan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan oleh
anak-anaknya. Keadaan yang demikian karena mungkin bagi pegawai negeri
lebih memperhatikan anaknya untuk mencapai masa depan yang lebih baik,
ataupun kedisiplinan yang diterapkan serta nilai-nilai yang
disosisalisasikan lebih efektif. Sedang bagi mereka yang bukan pegawai
negeri hanya sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
sehingga kurang ada perhatian pada sosialisasai penanaman nilai dan
norma-norma sosial kepada anak-anaknya. Akibat dari semua itu maka
anak-anaknya lebih tersosisalisasi oleh kelompoknya yang kurang
mengarahkan pada kehidupan yang normative.
2. Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan
Secara
teoritis keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan remaja.
Artinya banyak terdapat anak-anak remaja yang nakal datang dari
keluarga yang tidak utuh, baik dilihat dari struktur keluarga maupun
dalam interaksinya di keluarga Dilihat dari keutuhan struktur keluarga,
21 responden (70%) dari keluarga utuh, dan 9 responden dari keluarga
tidak utuh. Berdasarkan data pada tabel korelasi ternyata struktur
keluarga ketidak utuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi anaknya
untuk melakukan kenakalan, terutama kenakalan khusus. Karena ternyata
mereka yang berasal dari keluarga utuh justru lebih banyak yang
melakukan kenakalan khusus. Namun jika dilihat dari keutuhan dalam
interaksi, terlihat jelas bahwa mereka yang melakukan kenakalan khusus
berasal dari keluarga yang interaksinya kurang dan tidak serasi sebesar
76,6%. Perlu diketahui bahwa keluarga yang interaksinya serasi berjumlah
3 responden (10%), sedangkan yang interaksinya kurang serasi 14
responden (46,7%), dan yang tidak serasi 13 responden (43,3%). Jadi
ketidak berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalaam
interaksi mempunyai kecenderungan anak remajanya melakukan kenakalan.
Artinya semakin tidak serasi hubungan atau interaksi dalam keluarga
tersebut tingkat kenakalan yang dilakukan semakin berat, yaitu pada
kenakalan khusus.
3. Hubungan antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat kenakalan
Kehidupan
beragama kelurga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat
keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga
dilihat dari segi rohani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban
agama secara baik, berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma
yang baik. Artinya secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan
kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknyapun akan melakukan
hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama. Berdasarkan data yang ada
mereka yang keluarganya taat beragama 6 responden (20%), kurang taat
beragama 15 responden (50%), dan tidak taat beragama 9 responden (30%). Daritabel
korelasi diketahui 70% dari responden yang keluarganya kurang dan tidak
taat beragama melakukan kenakalan khusus. Dengan demikian ketaatan dan
tidaknya beragama bagi keluarga sangat berhubungan dengan kenakalan yang
dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa bagi keluarga yang
taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan anaknya melakukan
kenakalan, baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan
maupun kenakalan khusus, demikian juga sebaliknya.
4. Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anaknya dengan tingkat kenakalan
Salah
satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas
adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya
otoriter sebanyak 5 responden (16,6%), overprotection 3 responden (10%),
kurang memperhatikan 12 responden (40%), dan tidak memperhatikan sama
sekali 10 responden (33,4%). Dari tabel korelasi diperoleh data seluruh
responden yang orang tuanya tidak memperhatikan sama sekali melakukan
kenakalan khusus dan yang kurang memperhatikan 11 dari 12 responden
melakukan kenakalan khusus. Dari kenyataan tersebut ternyata peranan
keluarga dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan
anak.
5. Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya dengan tingkat kenakalan
Keluarga
merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau tidak mau
harus berhubungan dengan lengkungan sosialnya. Adapun yang diharapkan
dari hubungan tersebut adalah serasi, karena keserasian akan menciptakan
kenyamanan dan ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, hal itu
meruapakan proses sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya. Mereka yang
berhubungan serasi dengan lingkungan sosialnya berjumlah 8 responden
(26,6%), kurang serasi 12 responden (40%), dan tidak serasi 10 responden
(33,4%). Dari data yang ada terlihat bagi keluarga yang kurang dan
tidak serasi hubungannya dengan tetangga atau lingkungan sosialnya
mempunyai kecenderungan anaknya melakukan kenakalan pada tingkat yang
lebih berat yaitu kenakalan khusus. Keadaan tersebut dapat dilihat dari
23 responden yang melakukan kenakalan khusus 19 responden dari dari
keluarga yang interaksinya dengan tetangga kurang atau tidak serasi.
D. Analisis Hubungan Antara Keberfungsian Sosial Keluarga dengan Kenakalan Remaja
Setelah
dianalisis secara bivariat antara beberapa variabel, maka untuk
melengkapinya dianalisis secara statistik dengan rumus product moment
guna melihat keeratan hubungan tersebut. Berdasarkan tabel distribusi
koefisiensi korelasi product moment diperoleh data sebagai berikut;
nilai x = 510 y = 322 x2 = 9.010 y2 = 3.752 xy = 5.283 hasil perhitungan
yang diperoleh = - 0,6022. Sedang nilai r yang diperoleh dalam tabel
dengan taraf significansi 5%, dengan sampel 30 adalah 0,361 Berdasarkan
data tersebut karena nilai r yang diperoleh dari hasil penelitian jauh
dari batas significansi nilai r yang diperolehnya berarti ada hubungan
negative antara keberfungsian keluarga dengan kenakalan remaja yang
dilakukan. Artinya semakin tinggi tingkat berfungsi sosial keluarga,
akan semakin rendah tingkat kenakalan remajanya, demikian sebaliknya
semakin rendah keberfungsian sosial keluarga maka akan semakin tinggi
tingkat kenakalan remajanya. Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa
secara jenis kelamin terlihat remja pria lebih cenderung melakukan
kenakalan pada tinglat khusus, walaupun demilikan juga remaja perempuan
yang melakukan kenakalan khusus.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan
analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang
banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih
pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau
perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat
keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan
melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi
keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan
anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus.
Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik
kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial
keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi
keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang
dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial
suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku
menyimpang yang dilakukanoleh remaja. Berdasarkan kenyataan di atas,
maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu
diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui
program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan
pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan
masyarakat secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil perilaku
menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu
luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini
terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program
pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan
kebutuhan. Masngudin HMS, adalah peneliti pada Puslitbang UKS, Badan
Latbang Sosial Departemen Sosial RI.
Daftar Pustaka
Achlis, 1992, Praktek Pekerjaan Sosial I, STKS , Bandung
Eitzen, Stanlen D, 1986, Social Problems, Allyn and Bacon inc, Boston, Sydney, Toronto
Gunarsa Singgih D at al, 1988, Psikologi Remaja, BPK Gunung Mulya, Jakart
Kartini Kartono,1986, Psikologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Rajawali, Jakarta
Kaufman, James, M, 1989, Characteristics of Behaviour Disorders of Children and
Youth, Merril Publishing Company, Columbus, London, Toronto
Nazir, Moh, 1985, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta
Sartono, Suwarniyati, 1985, Pengukuran Sikap Masyarakat terhadap Kenakalan Remaja
di DKI Jakarta, laporan penelitian, UI, Jakarta
www.pdfqueen.com
.
sumber :http://riskamaniez.blogspot.com/2011/04/proposal-dan-laporan-tugas-bahasa.html