Selasa, 07 April 2015

Etika dan Profesionalisme

BAB I
PENDAHULUAN
Profesi guru tampaknya masih dalam posisi yang kurang menguntungkan baik dari segi fasilitas,, finansial yang berkaitan dengan kesejahteraan maupun penghargaan. Ada diantara guru yang ditempatkan pada sebuah bangunan yang hampir roboh, ruang yang penuh sesak dengan 40-45 anak didik per kelas dan perlengkapan yang kurang memadai.
Semua itu harus diterima guru sebagai orang yang dibebani tugas di bidang pendidikan. Pada prinsipnya profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur  ilmiah, memiliki dedikasi yang tinggi dalam menyikapi pekerjaan serta berorientasi pada pelayanan yang baik. Artinya bahwa dalam konteks ini profesi guru dapat dikategorikan suatu pekerjaan ideal memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Dapat dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian waktu tidak terbendung lagi perkembangannya.
Disamping itu, masih adanya keraguan apakah guru itu sudah bisa disebut sebagai profesi atau belum. Oleh karena itu, kami mencoba menguraikan tentang pengertian dari profesi guru, syarat-syarat profesi guru dan penilaian terhadap etika dan profesi guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Profesi Guru
Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.
Profesi pada hakekatnya adalah sikap yang bijaksana yaitu pelayanan dan pengabdian yang dilandasi oleh keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur yang mantap diiringi sikap kepribaadian tertentu. Profesi juga bisa dikatakan sebagai pelayanan jabatan yang bermanfaat dan bernilai bagi masyarakat sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektualyang diperoleh melalui ilmu pengetahuan teoritis secara terstruktur.
Pengertian profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Sedangkan Volmer dan Mills dalam buku Administrasi Pendidikan Kontemporer mengemukakan bahwa pada dasarnya profesi adalah sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan mensuplay ketrampilan melalui pelayanan dan bimbingan pada orang lain untuk mendapatkan bayaran atau gaji.
Pasal 1 butir 1 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi. Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2.    memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
3.    memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4.    memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5.    memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6.    memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7.    memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8.    memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
9.  memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian bagi guru.
Guru sebagai profesi di Indonesia secara formal telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, bertepatan dengan acara puncak peringatan Hari Guru Nasional XII, tanggal 2 Desember 2004.
B.     Syarat-Syarat Profesi Guru
National Education Associatiaon (NEA) (1948) dalam buku Profesi Keguruan menyarankan syarat-syarat profesi guru :
  1. Jabatan yang melibatkam kegiatan intelektual
  2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
  3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesiaonal yang laman.
  4. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang bersinambugan.
  5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permaen
  6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri
  7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
  8. Jabatan yang mempuyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Di samping itu, profesi guru juga memerlukan persyaratan khusus antara lain:
  1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
  2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
  3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
  4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
  5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Atas dasar persyaratan tersebut, maka jabatan professional seorang guru harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian pula dengan profesi guru, yang mana harus ditempuh melalui jenjang pendidikan, seperti Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), IKIP dan Fakultas Keguruan di luar lembaga IKIP lainnya.
Ada dua pendapat agak mirip yang menjelaskan syarat-syarat guru sebagai profesi. Kedua pendapat tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel: Perbandingan dua pandangan tentang syarat pekerjaan disebut sebagai profesi
No.
Sambas Suryadi (Westby Gybon, 1965)
Dedi Supriadi
1.
Adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah
Mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan oleh masyarakat
2.
Memerlukan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan teknik dan prosedur kerja yang unik dan berbeda dengan bidang pekerjaan lain
Menuntuk adanya keterampilan atau keahlian
3.
Memerlukan persiapan yang sengaja  dan sistematis untuk mengerjakan pekerjaan tersebut
Untuk memperoleh keterampilan dan keahlian tersebut didukung oleh disiplin ilmu tertentu
4.
Memiliki mekanisme untuk melakukan seleksi secara efektif dan kompetitif.
Memiliki kode etik yang menjadi pedoman bagi para anggotanya untuk melaksanakan tugas profesionalnya.
5.
Mempunyai organisasi profesi untuk melindungi kepentingan anggotanya
Sebagai konsekuensi dari proses layanan profesional yang diberikan kepada masyarakat, mereka yang bertugas dalam bidang pekerjaan tersebut berhak memperoleh imbalan finansial dengan sistem penggajian yang memadai.
Sumber: Suparlan, Guru Sebagai Profesi, 2006: 70 – 71.
Berdasarkan dua pandangan tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1.      Guru merupakan jenis pekerjaan yang memiliki fungsi dan signifikansi dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bahkan masyarakat dan pemerintah (presiden) telah memberikan pengakuan secara formal bahwa bahwa guru sebagai profesi.
2.  Guru memang harus memiliki kemampuan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan dari institusi pendidikan yang telah terakreditasi. Oleh karena itu, maka guru harus mempunyai kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai.
3.   Guru memiliki organisasi profesi dan kode etik profesi yang harus dipedomani dalam pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya.
4.     Untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugasnya dengan baik, maka guru atau pendidik berhak untuk memperoleh kesejahteraan yang memadai.
C.     Penilaian Terhadap Etika Dan Profesi Guru
Kalau kita ikuti perkembangan Profesi Keguruan Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Seiring perjalanan waktu, guru-guru yang pada awalnya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru.
Pada mulanya guru diangkat dari orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang lulus dari Sekolah Guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852, karena mendesaknya keperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru yaitu:
  1. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
  2. Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
  3. Guru bantu. Yakni yang lulus ujian guru bantu.
  4. Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
  5. Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga yang perna mengecap pendidikan.
Dalam sejarah pendidikan guru Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi di masyarakat, mempunyai wibawah yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu.  Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai memudar sejalan dengan kamajuan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keperluan guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.
Dalam era teknologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
Sumber : http://fumiki-fujita.blogspot.com/2013/07/makalah-etika-dan-profesi-keguruan.html

Etika dan Profesionalisme

BAB I
PENDAHULUAN
Profesi guru tampaknya masih dalam posisi yang kurang menguntungkan baik dari segi fasilitas,, finansial yang berkaitan dengan kesejahteraan maupun penghargaan. Ada diantara guru yang ditempatkan pada sebuah bangunan yang hampir roboh, ruang yang penuh sesak dengan 40-45 anak didik per kelas dan perlengkapan yang kurang memadai.
Semua itu harus diterima guru sebagai orang yang dibebani tugas di bidang pendidikan. Pada prinsipnya profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur  ilmiah, memiliki dedikasi yang tinggi dalam menyikapi pekerjaan serta berorientasi pada pelayanan yang baik. Artinya bahwa dalam konteks ini profesi guru dapat dikategorikan suatu pekerjaan ideal memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Dapat dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian waktu tidak terbendung lagi perkembangannya.
Disamping itu, masih adanya keraguan apakah guru itu sudah bisa disebut sebagai profesi atau belum. Oleh karena itu, kami mencoba menguraikan tentang pengertian dari profesi guru, syarat-syarat profesi guru dan penilaian terhadap etika dan profesi guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Profesi Guru
Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.
Profesi pada hakekatnya adalah sikap yang bijaksana yaitu pelayanan dan pengabdian yang dilandasi oleh keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur yang mantap diiringi sikap kepribaadian tertentu. Profesi juga bisa dikatakan sebagai pelayanan jabatan yang bermanfaat dan bernilai bagi masyarakat sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektualyang diperoleh melalui ilmu pengetahuan teoritis secara terstruktur.
Pengertian profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Sedangkan Volmer dan Mills dalam buku Administrasi Pendidikan Kontemporer mengemukakan bahwa pada dasarnya profesi adalah sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan mensuplay ketrampilan melalui pelayanan dan bimbingan pada orang lain untuk mendapatkan bayaran atau gaji.
Pasal 1 butir 1 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi. Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2.    memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
3.    memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4.    memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5.    memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6.    memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7.    memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8.    memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
9.  memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian bagi guru.
Guru sebagai profesi di Indonesia secara formal telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, bertepatan dengan acara puncak peringatan Hari Guru Nasional XII, tanggal 2 Desember 2004.
B.     Syarat-Syarat Profesi Guru
National Education Associatiaon (NEA) (1948) dalam buku Profesi Keguruan menyarankan syarat-syarat profesi guru :
  1. Jabatan yang melibatkam kegiatan intelektual
  2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
  3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesiaonal yang laman.
  4. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang bersinambugan.
  5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permaen
  6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri
  7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
  8. Jabatan yang mempuyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Di samping itu, profesi guru juga memerlukan persyaratan khusus antara lain:
  1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
  2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
  3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
  4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
  5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Atas dasar persyaratan tersebut, maka jabatan professional seorang guru harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian pula dengan profesi guru, yang mana harus ditempuh melalui jenjang pendidikan, seperti Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), IKIP dan Fakultas Keguruan di luar lembaga IKIP lainnya.
Ada dua pendapat agak mirip yang menjelaskan syarat-syarat guru sebagai profesi. Kedua pendapat tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel: Perbandingan dua pandangan tentang syarat pekerjaan disebut sebagai profesi
No.
Sambas Suryadi (Westby Gybon, 1965)
Dedi Supriadi
1.
Adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah
Mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan oleh masyarakat
2.
Memerlukan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan teknik dan prosedur kerja yang unik dan berbeda dengan bidang pekerjaan lain
Menuntuk adanya keterampilan atau keahlian
3.
Memerlukan persiapan yang sengaja  dan sistematis untuk mengerjakan pekerjaan tersebut
Untuk memperoleh keterampilan dan keahlian tersebut didukung oleh disiplin ilmu tertentu
4.
Memiliki mekanisme untuk melakukan seleksi secara efektif dan kompetitif.
Memiliki kode etik yang menjadi pedoman bagi para anggotanya untuk melaksanakan tugas profesionalnya.
5.
Mempunyai organisasi profesi untuk melindungi kepentingan anggotanya
Sebagai konsekuensi dari proses layanan profesional yang diberikan kepada masyarakat, mereka yang bertugas dalam bidang pekerjaan tersebut berhak memperoleh imbalan finansial dengan sistem penggajian yang memadai.
Sumber: Suparlan, Guru Sebagai Profesi, 2006: 70 – 71.
Berdasarkan dua pandangan tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1.      Guru merupakan jenis pekerjaan yang memiliki fungsi dan signifikansi dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bahkan masyarakat dan pemerintah (presiden) telah memberikan pengakuan secara formal bahwa bahwa guru sebagai profesi.
2.  Guru memang harus memiliki kemampuan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan dari institusi pendidikan yang telah terakreditasi. Oleh karena itu, maka guru harus mempunyai kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai.
3.   Guru memiliki organisasi profesi dan kode etik profesi yang harus dipedomani dalam pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya.
4.     Untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugasnya dengan baik, maka guru atau pendidik berhak untuk memperoleh kesejahteraan yang memadai.
C.     Penilaian Terhadap Etika Dan Profesi Guru
Kalau kita ikuti perkembangan Profesi Keguruan Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Seiring perjalanan waktu, guru-guru yang pada awalnya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru.
Pada mulanya guru diangkat dari orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang lulus dari Sekolah Guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852, karena mendesaknya keperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru yaitu:
  1. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
  2. Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
  3. Guru bantu. Yakni yang lulus ujian guru bantu.
  4. Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
  5. Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga yang perna mengecap pendidikan.
Dalam sejarah pendidikan guru Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi di masyarakat, mempunyai wibawah yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu.  Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai memudar sejalan dengan kamajuan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keperluan guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.
Dalam era teknologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi. Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.
Sumber : http://fumiki-fujita.blogspot.com/2013/07/makalah-etika-dan-profesi-keguruan.html

Etika dan Profesionalisme

BAB I
PENDAHULUAN
Profesi guru tampaknya masih dalam posisi yang kurang menguntungkan baik dari segi fasilitas,, finansial yang berkaitan dengan kesejahteraan maupun penghargaan. Ada diantara guru yang ditempatkan pada sebuah bangunan yang hampir roboh, ruang yang penuh sesak dengan 40-45 anak didik per kelas dan perlengkapan yang kurang memadai.
Semua itu harus diterima guru sebagai orang yang dibebani tugas di bidang pendidikan. Pada prinsipnya profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur  ilmiah, memiliki dedikasi yang tinggi dalam menyikapi pekerjaan serta berorientasi pada pelayanan yang baik. Artinya bahwa dalam konteks ini profesi guru dapat dikategorikan suatu pekerjaan ideal memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Dapat dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian waktu tidak terbendung lagi perkembangannya.
Disamping itu, masih adanya keraguan apakah guru itu sudah bisa disebut sebagai profesi atau belum. Oleh karena itu, kami mencoba menguraikan tentang pengertian dari profesi guru, syarat-syarat profesi guru dan penilaian terhadap etika dan profesi guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Profesi Guru
Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.
Profesi pada hakekatnya adalah sikap yang bijaksana yaitu pelayanan dan pengabdian yang dilandasi oleh keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur yang mantap diiringi sikap kepribaadian tertentu. Profesi juga bisa dikatakan sebagai pelayanan jabatan yang bermanfaat dan bernilai bagi masyarakat sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektualyang diperoleh melalui ilmu pengetahuan teoritis secara terstruktur.
Pengertian profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Sedangkan Volmer dan Mills dalam buku Administrasi Pendidikan Kontemporer mengemukakan bahwa pada dasarnya profesi adalah sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan mensuplay ketrampilan melalui pelayanan dan bimbingan pada orang lain untuk mendapatkan bayaran atau gaji.
Pasal 1 butir 1 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi. Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2.    memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
3.    memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4.    memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5.    memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6.    memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7.    memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8.    memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
9.  memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian bagi guru.
Guru sebagai profesi di Indonesia secara formal telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, bertepatan dengan acara puncak peringatan Hari Guru Nasional XII, tanggal 2 Desember 2004.
B.     Syarat-Syarat Profesi Guru
National Education Associatiaon (NEA) (1948) dalam buku Profesi Keguruan menyarankan syarat-syarat profesi guru :
  1. Jabatan yang melibatkam kegiatan intelektual
  2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
  3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesiaonal yang laman.
  4. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang bersinambugan.
  5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permaen
  6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri
  7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
  8. Jabatan yang mempuyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Di samping itu, profesi guru juga memerlukan persyaratan khusus antara lain:
  1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
  2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
  3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
  4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
  5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Atas dasar persyaratan tersebut, maka jabatan professional seorang guru harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian pula dengan profesi guru, yang mana harus ditempuh melalui jenjang pendidikan, seperti Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), IKIP dan Fakultas Keguruan di luar lembaga IKIP lainnya.
Ada dua pendapat agak mirip yang menjelaskan syarat-syarat guru sebagai profesi. Kedua pendapat tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel: Perbandingan dua pandangan tentang syarat pekerjaan disebut sebagai profesi
No.
Sambas Suryadi (Westby Gybon, 1965)
Dedi Supriadi
1.
Adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah
Mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan oleh masyarakat
2.
Memerlukan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan teknik dan prosedur kerja yang unik dan berbeda dengan bidang pekerjaan lain
Menuntuk adanya keterampilan atau keahlian
3.
Memerlukan persiapan yang sengaja  dan sistematis untuk mengerjakan pekerjaan tersebut
Untuk memperoleh keterampilan dan keahlian tersebut didukung oleh disiplin ilmu tertentu
4.
Memiliki mekanisme untuk melakukan seleksi secara efektif dan kompetitif.
Memiliki kode etik yang menjadi pedoman bagi para anggotanya untuk melaksanakan tugas profesionalnya.
5.
Mempunyai organisasi profesi untuk melindungi kepentingan anggotanya
Sebagai konsekuensi dari proses layanan profesional yang diberikan kepada masyarakat, mereka yang bertugas dalam bidang pekerjaan tersebut berhak memperoleh imbalan finansial dengan sistem penggajian yang memadai.
Sumber: Suparlan, Guru Sebagai Profesi, 2006: 70 – 71.
Berdasarkan dua pandangan tersebut, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1.      Guru merupakan jenis pekerjaan yang memiliki fungsi dan signifikansi dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bahkan masyarakat dan pemerintah (presiden) telah memberikan pengakuan secara formal bahwa bahwa guru sebagai profesi.
2.  Guru memang harus memiliki kemampuan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan dari institusi pendidikan yang telah terakreditasi. Oleh karena itu, maka guru harus mempunyai kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai.
3.   Guru memiliki organisasi profesi dan kode etik profesi yang harus dipedomani dalam pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya.
4.     Untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugasnya dengan baik, maka guru atau pendidik berhak untuk memperoleh kesejahteraan yang memadai.
C.     Penilaian Terhadap Etika Dan Profesi Guru
Kalau kita ikuti perkembangan Profesi Keguruan Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Seiring perjalanan waktu, guru-guru yang pada awalnya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru.
Pada mulanya guru diangkat dari orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang lulus dari Sekolah Guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852, karena mendesaknya keperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru yaitu:
  1. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
  2. Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
  3. Guru bantu. Yakni yang lulus ujian guru bantu.
  4. Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
  5. Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga yang perna mengecap pendidikan.
Dalam sejarah pendidikan guru Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi di masyarakat, mempunyai wibawah yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu.  Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai memudar sejalan dengan kamajuan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keperluan guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.
Dalam era teknologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa guru professional akan tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi. Dengan keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi maupun sebagai pemangku profesinya.
Sumber : http://fumiki-fujita.blogspot.com/2013/07/makalah-etika-dan-profesi-keguruan.html