BAB I
PENDAHULUAN
Profesi guru tampaknya masih dalam
posisi yang kurang menguntungkan baik dari segi fasilitas,, finansial yang
berkaitan dengan kesejahteraan maupun penghargaan. Ada diantara guru yang
ditempatkan pada sebuah bangunan yang hampir roboh, ruang yang penuh sesak
dengan 40-45 anak didik per kelas dan perlengkapan yang kurang memadai.
Semua itu harus diterima guru sebagai
orang yang dibebani tugas di bidang pendidikan. Pada prinsipnya profesi adalah
suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan
prosedur ilmiah, memiliki dedikasi yang
tinggi dalam menyikapi pekerjaan serta berorientasi pada pelayanan yang baik. Artinya
bahwa dalam konteks ini profesi guru dapat dikategorikan suatu pekerjaan ideal
memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk
menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala
kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta
didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu
kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang.
Dapat dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya,
bangsa dan negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kian waktu tidak terbendung lagi perkembangannya.
Disamping itu, masih adanya keraguan
apakah guru itu sudah bisa disebut sebagai profesi atau belum. Oleh karena itu,
kami mencoba menguraikan tentang pengertian dari profesi guru, syarat-syarat
profesi guru dan penilaian terhadap etika dan profesi guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Profesi Guru
Secara
estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau
bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan,
menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan.
Profesi pada hakekatnya adalah sikap
yang bijaksana yaitu pelayanan dan pengabdian yang dilandasi oleh keahlian,
kemampuan, teknik dan prosedur yang mantap diiringi sikap kepribaadian
tertentu. Profesi juga bisa dikatakan sebagai pelayanan jabatan yang bermanfaat
dan bernilai bagi masyarakat sebagai suatu spesialisasi dari jabatan
intelektualyang diperoleh melalui ilmu pengetahuan teoritis secara terstruktur.
Pengertian profesi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian (ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Sedangkan Volmer dan
Mills dalam buku Administrasi Pendidikan Kontemporer mengemukakan bahwa pada
dasarnya profesi adalah sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektual
yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan mensuplay ketrampilan
melalui pelayanan dan bimbingan pada orang lain untuk mendapatkan bayaran atau
gaji.
Pasal 1 butir 1 UU Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Senada dengan itu, secara implisit,
dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Guru professional akan tercermin
dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan
keahlian baik dalam materi maupun metode. Keahlian yang dimiliki oleh guru
profesional adalah keahlian yang diperoleh melalui suatu proses pendidikan dan
pelatihan yang diprogramkan secara khusus untuk itu. Keahlian tersebut mendapat
pengakuan formal yang dinyatakan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi. Dengan
keahliannya itu seorang guru mampu menunjukkan otonominya, baik secara pribadi
maupun sebagai pemangku profesinya.
Profesi guru merupakan bidang
pekerjaan khusus yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2.
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan,
dan akhlak mulia;
3.
memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas;
4.
memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5.
memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6.
memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7.
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8.
memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan; dan
9. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan keprofesian bagi guru.
Guru sebagai profesi di Indonesia
secara formal telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo
Bambang Yudhoyono, bertepatan dengan acara puncak peringatan Hari Guru Nasional
XII, tanggal 2 Desember 2004.
B.
Syarat-Syarat
Profesi Guru
National
Education Associatiaon (NEA) (1948) dalam buku Profesi Keguruan menyarankan
syarat-syarat profesi guru :
- Jabatan yang melibatkam kegiatan intelektual
- Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
- Jabatan yang memerlukan persiapan profesiaonal yang laman.
- Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang bersinambugan.
- Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permaen
- Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri
- Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
- Jabatan yang mempuyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Di samping itu, profesi guru juga memerlukan persyaratan
khusus antara lain:
- Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
- Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
- Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
- Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
- Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Atas dasar persyaratan tersebut, maka
jabatan professional seorang guru harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang
khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian pula dengan profesi guru, yang mana
harus ditempuh melalui jenjang pendidikan, seperti Pendidikan Guru Sekolah
Dasar (PGSD), IKIP dan Fakultas Keguruan di luar lembaga IKIP lainnya.
Ada dua pendapat agak mirip yang
menjelaskan syarat-syarat guru sebagai profesi. Kedua pendapat tersebut dapat
dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel: Perbandingan dua pandangan tentang syarat
pekerjaan disebut sebagai profesi
No.
|
Sambas
Suryadi (Westby Gybon, 1965)
|
Dedi Supriadi
|
1.
|
Adanya
pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah
|
Mempunyai
fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan oleh masyarakat
|
2.
|
Memerlukan
bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan teknik dan prosedur kerja yang unik
dan berbeda dengan bidang pekerjaan lain
|
Menuntuk
adanya keterampilan atau keahlian
|
3.
|
Memerlukan
persiapan yang sengaja dan sistematis untuk mengerjakan pekerjaan
tersebut
|
Untuk
memperoleh keterampilan dan keahlian tersebut didukung oleh disiplin ilmu
tertentu
|
4.
|
Memiliki
mekanisme untuk melakukan seleksi secara efektif dan kompetitif.
|
Memiliki kode
etik yang menjadi pedoman bagi para anggotanya untuk melaksanakan tugas
profesionalnya.
|
5.
|
Mempunyai
organisasi profesi untuk melindungi kepentingan anggotanya
|
Sebagai
konsekuensi dari proses layanan profesional yang diberikan kepada masyarakat,
mereka yang bertugas dalam bidang pekerjaan tersebut berhak memperoleh
imbalan finansial dengan sistem penggajian yang memadai.
|
Sumber: Suparlan, Guru Sebagai Profesi, 2006: 70 – 71.
Berdasarkan dua pandangan tersebut, dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu :
1.
Guru
merupakan jenis pekerjaan yang memiliki fungsi dan signifikansi dengan
kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bahkan masyarakat dan pemerintah
(presiden) telah memberikan pengakuan secara formal bahwa bahwa guru sebagai
profesi.
2. Guru
memang harus memiliki kemampuan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan keahlian
yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan dari institusi
pendidikan yang telah terakreditasi. Oleh karena itu, maka guru harus mempunyai
kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai.
3. Guru
memiliki organisasi profesi dan kode etik profesi yang harus dipedomani dalam
pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya.
4. Untuk
mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugasnya dengan baik, maka
guru atau pendidik berhak untuk memperoleh kesejahteraan yang memadai.
C.
Penilaian
Terhadap Etika Dan Profesi Guru
Kalau kita
ikuti perkembangan Profesi Keguruan Indonesia, jelas bahwa pada mulanya
guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus
untuk memangku jabatan guru. Seiring perjalanan waktu, guru-guru yang pada
awalnya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru,
secara berangsur-angsur dilengkapi dengan guru-guru yang lulus dari sekolah
guru.
Pada
mulanya guru diangkat dari orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus
yang ditambah dengan orang-orang yang lulus dari Sekolah Guru (Kweekschool)
yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852, karena mendesaknya keperluan
guru maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru yaitu:
- Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
- Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
- Guru bantu. Yakni yang lulus ujian guru bantu.
- Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
- Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga yang perna mengecap pendidikan.
Dalam
sejarah pendidikan guru Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat
tinggi di masyarakat, mempunyai wibawah yang sangat tinggi, dan dianggap
sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik
anak di depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya,
baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai
memudar sejalan dengan kamajuan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan keperluan guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.
Dalam era
teknologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi
masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru dan kewibawaan
guru berkurang antara lain karena status guru dianggap kalah gengsi dari
jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
Guru sangat
mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena
ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai
dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak
dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu
diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan
profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar.
Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu,
ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran
(SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas
lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan
dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru
banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya.
Selain faktor di atas faktor lain
yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain;
(1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini
disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk
meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru
sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh
adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi
tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak
guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi
guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti
sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa
ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang
tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru
terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu
pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan
pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan
pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan
pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5)
masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat
politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group
agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa
mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya.
Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme
guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi
guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar